PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) telah resmi mengakuisisi PT Bank Victoria Syariah (BVIS). Akuisisi ini merupakan langkah strategis dalam proses pemisahan (spin-off) unit usaha syariah BTN (BTN Syariah) menjadi Bank Umum Syariah (BUS) yang independen. Langkah ini diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan BTN Syariah dan mendorongnya menjadi bank syariah terbesar kedua di Indonesia.
Penandatanganan Akta Jual Beli dan Pengambilalihan Saham BVIS dilakukan pada 5 Juni 2025 di Menara BTN 1 Jakarta. Proses ini melibatkan BTN dan pemegang saham BVIS, yakni PT Victoria Investama Tbk dan PT Bank Victoria International Tbk. Akuisisi ini menandai babak baru bagi pengembangan perbankan syariah di Indonesia.
Direktur Utama BTN, Nixon LP Napitupulu, menjelaskan bahwa spin-off BTN Syariah merupakan keharusan untuk memenuhi regulasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan. Proses spin-off sendiri ditargetkan rampung pada Oktober hingga November 2025.
Nixon menekankan komitmen BTN untuk menjadikan bank syariah hasil penggabungan BTN Syariah dan BVIS sebagai pemain utama di industri perbankan syariah. Targetnya, bank syariah baru ini akan menjadi bank syariah terbesar kedua di Indonesia dalam waktu singkat. Hal ini sejalan dengan arahan Menteri BUMN, Erick Thohir.
Target Menjadi Bank Syariah Terbesar Kedua
Dengan penggabungan ini, bank syariah baru tersebut akan memiliki modal yang lebih kuat untuk bersaing. Nilai transaksi akuisisi BVIS ditaksir mencapai Rp1,5 triliun, setara dengan 1,4 hingga 1,5 kali nilai buku BVIS. Tambahan modal ini, dikombinasikan dengan dana internal BTN dan rencana rights issue sebesar Rp1 triliun, akan menyediakan modal awal sekitar Rp6 triliun.
Modal tersebut akan mendukung target BTN Syariah untuk menjadi bank BUKU 2. Hal ini membutuhkan Capital Adequacy Ratio (CAR) sekitar 18-19%, serupa dengan kondisi BTN saat ini. Dengan CAR yang kuat, bank syariah baru ini siap melakukan ekspansi bisnis secara agresif.
Proses akuisisi BVIS dipilih karena lebih efisien dan cepat dibandingkan membangun bank syariah baru dari awal. Hal ini penting mengingat tenggat waktu spin-off BTN Syariah sebelum akhir 2025, sesuai dengan POJK Nomor 12 Tahun 2023.
Strategi Digitalisasi Bank Syariah
Bank syariah hasil penggabungan akan mengadopsi strategi digitalisasi yang agresif, meski tetap fokus pada bisnis inti di sektor perumahan. Integrasi teknologi informasi, sumber daya manusia, model bisnis, dan tata kelola antara BTN Syariah dan BVIS akan menjadi kunci keberhasilan strategi ini.
Dengan basis digital yang kuat, bank syariah ini akan mampu melayani segmen pasar yang lebih luas, terutama di sektor consumer banking dan retail banking. Rencana perekrutan tenaga IT terampil menunjukkan komitmen serius BTN dalam membangun kapabilitas digital.
Direktur Risk Management BTN, Setiyo Wibowo, menjelaskan fokus pada dua segmen utama: masyarakat syariah yang konformis dan segmen konservatif. Digitalisasi akan mempermudah akses dan layanan perbankan syariah bagi kedua segmen ini.
Nama Baru dan Kepemilikan
Nama bank syariah baru ini akan diputuskan oleh Presiden Prabowo Subianto berdasarkan usulan dari BTN dan Kementerian BUMN. Pengumuman nama baru akan dilakukan setelah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) baik di BTN maupun Bank Victoria Syariah. Perubahan anggaran dasar, merk, dan hal-hal lain terkait akan dibahas dalam RUPS tersebut.
BTN berharap bank syariah baru ini dapat beroperasi sebelum akhir tahun 2025. Kehadiran bank syariah yang besar dan berbasis digital diharapkan dapat memperkuat ekosistem perbankan syariah di Indonesia dan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi nasional.
Proses spin-off dan akuisisi ini menandakan langkah besar dalam pengembangan industri keuangan syariah Indonesia. Dengan strategi yang tepat dan komitmen yang kuat, BTN berharap dapat mewujudkan visinya untuk menjadi pemain utama dalam sektor ini.
Informasi Tambahan: Regulasi Spin-off
POJK Nomor 12 Tahun 2023 dan UU Nomor 4 Tahun 2023 mengatur kewajiban spin-off unit usaha syariah dari bank konvensional. Kewajiban ini berlaku jika aset unit usaha syariah mencapai 50% dari total aset induk atau minimal Rp50 triliun. BTN Syariah telah melampaui batas tersebut pada akhir 2023 dengan aset mencapai Rp54,28 triliun.
Regulasi ini bertujuan untuk menciptakan transparansi dan efisiensi dalam operasional perbankan syariah, sekaligus mendorong pertumbuhan sektor ini secara lebih pesat dan berkelanjutan. Dengan pemisahan ini, BTN Syariah dapat fokus pada pengembangan bisnis syariah tanpa terbebani oleh operasional bank konvensional.
Proses pemisahan ini juga diharapkan akan menarik investor baru untuk berinvestasi di sektor perbankan syariah, yang pada akhirnya akan memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap perekonomian Indonesia.
Editor: Andres Fatubun