Gaya kepemimpinan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, sering menjadi perbincangan. Banyak yang mempertanyakan, seberapa sering beliau berada di kantornya?
Ternyata, Dedi Mulyadi lebih memilih bekerja langsung di lapangan, berinteraksi dengan masyarakat di 27 kabupaten/kota di Jawa Barat. Sekretaris Daerah Jawa Barat, Kang Herman, menjelaskan bahwa kantor gubernur bukan hanya di Balai Pakuan, tetapi juga tersebar di berbagai wilayah, seperti Cirebon, Purwakarta, dan Bogor.
Meskipun sering berada di lapangan, Kang Herman menekankan bahwa Dedi Mulyadi sangat menghargai regulasi dan administrasi pemerintahan. Beliau dikenal cepat dan cekatan dalam pengambilan keputusan, namun selalu berlandaskan aturan yang berlaku.
Kepemimpinan yang Berbasis Lapangan
Pengalaman Dedi Mulyadi sebagai bupati selama 10 tahun, anggota DPRD, dan DPR RI, membuatnya memahami kondisi di lapangan dengan baik. Beliau mampu mengambil keputusan yang tepat dan efektif karena langsung berhadapan dengan permasalahan riil.
Spontanitas dan improvisasi menjadi ciri khas kepemimpinannya. Contohnya, beliau bersama Sekda pernah membersihkan sampah di pinggir jalan Bandung. Kepada pedagang kaki lima yang berjualan di tanah negara, beliau memberikan kompensasi pribadi agar mereka mau membongkar lapak demi ketertiban kota. Untuk kegiatan pembongkaran besar yang membutuhkan anggaran, baru akan digunakan APBD atau CSR.
Meskipun terlihat sporadis, Kang Herman menegaskan bahwa semua kebijakan Dedi Mulyadi dibuat secara terstruktur dan cepat, dengan formulasi, implementasi, dan evaluasi yang dilakukan langsung di lapangan.
Efisiensi dan Efektivitas Kepemimpinan
Dengan luas wilayah Jawa Barat mencapai 35.000 km² dan jumlah penduduk yang hampir sama dengan Korea Selatan, kepemimpinan yang turun langsung ke masyarakat sangat dibutuhkan. Hal ini terbukti lebih efisien dan efektif dalam menyelesaikan permasalahan.
Helmy Yahya, yang mengupas gaya kepemimpinan Dedi Mulyadi, mengagumi cara kerjanya yang tak biasa. Spontanitas tersebut ternyata didukung oleh perencanaan matang dan kepatuhan terhadap administrasi pemerintahan.
Selama lebih dari 3 bulan menjabat, Dedi Mulyadi rutin keliling Jawa Barat, berkoordinasi dengan Sekda, dan mengambil keputusan cepat untuk mewujudkan visi Jawa Barat Istimewa 2029. Pertanyaan “Gubernur ini ngantor apa enggak?” terjawab sudah: iya, tapi kantornya adalah seluruh Jawa Barat.
Peran Sekda dalam Mendukung Kepemimpinan Dedi Mulyadi
Perlu ditekankan peran penting Sekretaris Daerah (Sekda) dalam menunjang kepemimpinan Dedi Mulyadi. Sekda bertindak sebagai penghubung antara kebijakan yang diambil di lapangan dengan aspek administrasi dan birokrasi pemerintahan. Koordinasi yang intens antara keduanya memastikan setiap keputusan terlaksana dengan tertib dan terukur.
Sistem kerja yang melibatkan Sekda secara langsung menjamin akuntabilitas dan transparansi. Sekda memastikan bahwa kebijakan yang diambil sesuai dengan aturan yang berlaku dan tetap terdokumentasi dengan baik. Kolaborasi ini menjadi kunci keberhasilan Dedi Mulyadi dalam memimpin Jawa Barat.
Tantangan dan Peluang Kepemimpinan Berbasis Lapangan
Meskipun efektif, gaya kepemimpinan berbasis lapangan juga memiliki tantangan. Koordinasi yang intensif dan cepat membutuhkan tim yang handal dan responsif. Sistem komunikasi yang efisien menjadi sangat penting agar setiap instruksi dapat disampaikan dan dijalankan dengan baik di seluruh wilayah Jawa Barat yang luas.
Namun demikian, kepemimpinan yang berorientasi pada lapangan menawarkan peluang besar untuk mendekatkan pemerintah dengan rakyat. Dengan memahami kondisi riil di lapangan, kebijakan yang dihasilkan akan lebih tepat sasaran dan mampu menjawab kebutuhan masyarakat.
Kesimpulan
Gaya kepemimpinan Dedi Mulyadi yang lebih banyak berada di lapangan daripada di kantor, merupakan strategi yang unik dan patut dipertimbangkan. Keberhasilannya bergantung pada koordinasi yang erat dengan Sekda dan tim yang solid. Model kepemimpinan ini membuka peluang untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan kualitas pelayanan publik di Jawa Barat. Namun demikian, tetap perlu evaluasi dan adaptasi untuk menghadapi tantangan yang mungkin muncul.
Penulis: Raga Aditya