Di Larantuka, Kabupaten Flores Timur, praktik ilegal dalam penyaluran minyak tanah bersubsidi masih marak terjadi. Meskipun Pemerintah Kabupaten Flores Timur gencar menyerukan penertiban, realitanya, penyaluran minyak tanah dari pangkalan ke penadah di luar wilayah layanan masih terus berlangsung. Pantauan di bulan Mei hingga Juni 2025 menunjukkan adanya praktik ini secara sistematis dan meluas.
Praktik ini merugikan masyarakat, menyebabkan kelangkaan dan lonjakan harga jual di pasaran. Sistem distribusi yang seharusnya memastikan ketersediaan minyak tanah bagi masyarakat justru dimanipulasi demi keuntungan segelintir pihak. Hal ini menimbulkan keresahan dan membuat masyarakat harus membeli minyak tanah dengan harga jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET).
Alih Fungsi Kuota Minyak Tanah: Kejahatan Terstruktur di Larantuka
Di Kelurahan Weri, sepuluh dari total pangkalan minyak tanah diketahui mengalihkan sebagian kuotanya ke Kampung Baru, Kelurahan Ekasapta. Praktik serupa terjadi di Kelurahan Pohon Bao, dimana sebagian besar kuota minyak tanah dari sebuah pangkalan justru didistribusikan ke Kampung Baru. Ini menunjukkan adanya jaringan distribusi ilegal yang terorganisir dengan baik.
Kelurahan Ekasapta, yang memiliki 13 pangkalan, menawarkan gambaran yang kontras. Meskipun terdapat banyak pangkalan, warga justru lebih mudah membeli minyak tanah dari pengecer, meskipun dengan harga yang lebih tinggi. Sejumlah pangkalan di Ekasapta bahkan diketahui menyalurkan minyak tanah ke Gege, Kelurahan Waihali. Sistem ini menunjukkan adanya pembiaran dan kemungkinan keterlibatan pihak-pihak tertentu.
Pengecer Liar dan Lonjakan Harga Minyak Tanah
Akibat praktik alih fungsi kuota oleh pangkalan, pengecer minyak tanah liar pun menjamur. Mereka menjual minyak tanah dengan harga jauh di atas HET, bahkan hingga Rp15.000 per liter dalam kondisi tertentu. Kondisi ini semakin memperparah kesulitan masyarakat dalam mengakses minyak tanah bersubsidi.
Para pengecer ini bahkan berani menjual minyak tanah ke luar daerah, seperti Pulau Solor dan Adonara, dengan harga yang lebih tinggi lagi. Hal ini memperlihatkan betapa menguntungkan bisnis ilegal ini bagi para pelakunya. Sistem pengawasan yang lemah dan penegakan hukum yang tidak tegas menjadi faktor utama penyebab maraknya praktik ini.
Modus Operandi dan Peran Pemda Flores Timur
Para penadah minyak tanah memberikan tambahan harga kepada pangkalan, biasanya sekitar Rp1.000 per liter di atas HET. Dengan harga beli Rp6.000 per liter, mereka kemudian menjualnya kembali ke pengecer dengan harga yang lebih tinggi lagi, berkisar antara Rp6.500 hingga Rp10.000 per liter, bahkan bisa mencapai Rp15.000 per liter.
Pemerintah Daerah (Pemda) Flores Timur sepertinya belum mampu mengatasi masalah ini secara efektif. Meskipun Asisten bidang Ekonomi dan Pembangunan, Adrianus B. Lamabelawa, menegaskan akan menindak para pelanggar hukum, namun pernyataan ini belum dibarengi dengan aksi nyata yang signifikan. Kabag SDA Setda Flores Timur, Tarsisius Kopong, juga mengeluarkan pernyataan serupa, namun realisasinya masih perlu dilihat. Pemda perlu melakukan evaluasi mendalam terhadap sistem pengawasan dan distribusi minyak tanah.
Solusi yang Diperlukan
- Peningkatan pengawasan distribusi minyak tanah dari hulu hingga hilir. Hal ini dapat dilakukan melalui peningkatan patroli, kerjasama dengan aparat keamanan, dan penggunaan teknologi informasi untuk melacak alur distribusi.
- Penegakan hukum yang tegas terhadap para pelanggar. Sanksi yang diberikan harus memberikan efek jera agar praktik ilegal ini tidak terulang kembali.
- Peningkatan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan subsidi minyak tanah. Masyarakat perlu dilibatkan dalam proses pengawasan untuk memastikan subsidi tepat sasaran.
- Penguatan peran aparat desa dan kelurahan dalam mengawasi distribusi minyak tanah di wilayah masing-masing.
Subsidi minyak tanah yang seharusnya meringankan beban masyarakat, justru menjadi sumber permasalahan di Flores Timur. Praktik ilegal yang terjadi menunjukkan lemahnya pengawasan dan penegakan hukum. Pemda Flores Timur perlu mengambil langkah konkrit dan komprehensif untuk mengatasi masalah ini, demi kesejahteraan masyarakat. Pernyataan tegas dari pejabat terkait perlu diwujudkan dalam tindakan nyata yang efektif dan berkelanjutan. Perlu adanya komitmen bersama untuk menciptakan sistem distribusi yang adil dan transparan, sehingga subsidi minyak tanah benar-benar dapat dinikmati oleh masyarakat yang membutuhkan.