Kelangkaan minyak tanah di Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, akhir-akhir ini menjadi sorotan. Meskipun pemerintah setempat telah menetapkan kuota dan alur distribusi, keluhan masyarakat terkait sulitnya mendapatkan bahan bakar ini tetap bermunculan. Investigasi lebih lanjut mengungkapkan akar masalah sebenarnya di balik kelangkaan tersebut.
Ternyata, masalah utama bukan terletak pada distribusi dari agen ke pangkalan, melainkan pada perilaku konsumen dan pengawasan yang lemah di tingkat pangkalan. Kepala Bagian Sumber Daya Alam (SDA) Sekretariat Daerah Kabupaten Flores Timur, Tarsisius Kopong, mengkonfirmasi hal ini. Ia menjelaskan temuan tim pengawas yang menunjukkan adanya penyimpangan dalam pembelian minyak tanah di tingkat pangkalan.
Praktik Penimbunan dan Penjualan di Atas HET
Aturan pembelian minyak tanah di pangkalan sebenarnya dibatasi maksimal 10 liter per rumah tangga. Namun, banyak konsumen justru membeli jauh melebihi batas tersebut. Minyak tanah yang dibeli dalam jumlah besar kemudian dijual kembali dengan harga di atas Harga Eceran Tertinggi (HET).
Praktik ini, menurut Kopong, semakin diperparah oleh kurangnya pengecer yang resmi. Hal ini menyebabkan konsumen yang membutuhkan minyak tanah dalam jumlah sedikit kesulitan mendapatkannya di pangkalan, sehingga mereka terpaksa membeli dari pengecer dengan harga yang jauh lebih mahal.
Tim pengawas telah memberikan peringatan kepada pangkalan yang melanggar aturan. Sanksi tegas berupa pencabutan izin akan diberikan jika praktik ini berulang.
Pengawasan Lemah Memicu Harga Selangit
HET minyak tanah di Flores Timur ditetapkan sebesar Rp5.000/liter untuk wilayah Flores Timur daratan, dan Rp5.500/liter untuk wilayah Adonara dan Solor. Namun, kenyataan di lapangan jauh berbeda.
Di berbagai daerah, terutama di pelosok, harga minyak tanah di tangan pengecer melambung tinggi. Bahkan, di bulan-bulan tertentu, harga bisa mencapai Rp15.000 hingga Rp30.000 per liter.
Kondisi ini semakin diperburuk oleh minimnya pengawasan. Pangkalan seringkali melayani permintaan dari luar daerah, bahkan dari pulau lain, dengan alasan kebutuhan mendesak. Hal ini menyebabkan harga di pangkalan juga ikut meningkat.
Solusi Jangka Pendek dan Jangka Panjang
Pemerintah daerah Flores Timur perlu memperketat pengawasan distribusi dan penjualan minyak tanah. Penerapan sanksi yang tegas kepada pangkalan dan pengecer nakal menjadi kunci keberhasilan.
Selain itu, perlu dilakukan sosialisasi secara masif kepada masyarakat terkait aturan pembelian minyak tanah dan bahaya penimbunan. Peningkatan edukasi dan pemahaman akan membantu mengatasi masalah ini dari akarnya.
Dalam jangka panjang, perlu dikaji ulang sistem distribusi minyak tanah di Flores Timur. Mungkin diperlukan inovasi dalam mekanisme distribusi untuk memastikan ketersediaan dan aksesibilitas minyak tanah bagi semua masyarakat dengan harga yang terjangkau dan sesuai HET.
Pendekatan komprehensif yang melibatkan pemerintah, agen, pangkalan, dan masyarakat sangat diperlukan untuk menyelesaikan masalah kelangkaan dan tingginya harga minyak tanah di Flores Timur secara berkelanjutan. Tanpa pengawasan yang ketat dan kesadaran masyarakat, masalah ini akan terus berulang.
Lebih lanjut, perlu adanya evaluasi berkala terhadap kebijakan HET dan kuota distribusi minyak tanah agar kebijakan tersebut tetap relevan dan mampu menjawab kebutuhan masyarakat. Transparansi data distribusi juga penting untuk memastikan akuntabilitas dan mencegah praktik curang.