Pernyataan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian yang mengizinkan pemerintah daerah (Pemda) menggelar kegiatan di hotel menuai kritik dari Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD). KPPOD menilai pernyataan tersebut inkonsisten dengan kebijakan pemerintah pusat yang tengah menggalakkan efisiensi anggaran. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana pemerintah memastikan penggunaan anggaran negara tetap efektif dan efisien.
Inkonsistensi Kebijakan Pemerintah Pusat
KPPOD menilai pernyataan Mendagri Tito Karnavian bertentangan dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi anggaran. Inpres tersebut secara tegas menekankan perlunya penghematan, termasuk dalam penyelenggaraan rapat dan kegiatan pemerintah.
Direktur Eksekutif KPPOD, Herman Nurcahyadi Suparman, menyatakan bahwa izin penggunaan hotel untuk kegiatan Pemda mencerminkan inkonsistensi kebijakan pemerintah pusat. Pernyataan ini menimbulkan kebingungan dan mempertanyakan komitmen pemerintah dalam efisiensi anggaran.
Tolok Ukur yang Tidak Jelas
Pernyataan Mendagri yang memperbolehkan kegiatan di hotel “asalkan tidak berlebihan” dianggap KPPOD sebagai pernyataan yang ambigu. Kurangnya tolok ukur yang jelas membuat implementasi kebijakan ini rentan terhadap penyalahgunaan dan potensi pemborosan anggaran.
Arman, sapaan akrab Herman Nurcahyadi Suparman, mempertanyakan indikator yang digunakan untuk menilai “tidak berlebihan”. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa kebijakan tersebut tidak akan efektif dalam mencegah pemborosan anggaran daerah. Ketiadaan standar yang jelas dapat menyebabkan perbedaan interpretasi dan penegakan hukum yang tidak konsisten di daerah.
Tanggapan Mendagri dan Usulan Komisi II DPR
Mendagri Tito Karnavian sendiri sebelumnya menyatakan bahwa Pemda diperbolehkan menggelar kegiatan di hotel dan restoran asalkan tidak berlebihan. Pernyataan ini disampaikan dalam acara Musrenbang provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) pada Rabu (4/6/2025).
Tito menegaskan bahwa efisiensi anggaran tetap menjadi prioritas pemerintah, namun bukan berarti kegiatan di hotel dan restoran dilarang sepenuhnya. Komisi II DPR kemudian mengusulkan adanya standar biaya yang jelas bagi Pemda yang ingin menggelar rapat di hotel untuk mencegah pemborosan. Hal ini diharapkan dapat memberikan kepastian dan transparansi dalam penggunaan anggaran.
Mencari Solusi yang Berkeadilan dan Efisien
Perdebatan mengenai penggunaan hotel untuk kegiatan Pemda ini menyoroti perlunya keseimbangan antara efisiensi anggaran dan kebutuhan operasional pemerintah daerah. Diperlukan standar operasional prosedur (SOP) yang jelas dan transparan agar penggunaan anggaran negara tetap terkontrol dan tidak terjadi pemborosan.
Pemerintah perlu segera merumuskan pedoman yang lebih rinci dan terukur untuk kegiatan Pemda di hotel. Pedoman ini harus mencakup kriteria yang jelas, mekanisme pengawasan yang ketat, serta sanksi yang tegas bagi pelanggaran yang terjadi.
Penting juga untuk melibatkan stakeholder terkait, seperti pemerintah daerah, DPR, dan organisasi masyarakat sipil, dalam proses perumusan pedoman tersebut agar dihasilkan solusi yang berkeadilan dan efektif.
Kesimpulan
Pernyataan Mendagri tentang kegiatan Pemda di hotel menimbulkan pertanyaan serius tentang konsistensi kebijakan pemerintah dalam efisiensi anggaran. Kurangnya tolok ukur yang jelas dan potensi ambiguitas dalam interpretasi kebijakan ini berpotensi memicu pemborosan anggaran. Oleh karena itu, diperlukan langkah tegas dari pemerintah pusat untuk merumuskan pedoman yang lebih rinci, transparan, dan mudah dipahami oleh seluruh pihak terkait, sekaligus memastikan penggunaan anggaran negara tetap efektif dan efisien untuk kepentingan rakyat. Kejelasan dan konsistensi kebijakan merupakan kunci keberhasilan program efisiensi anggaran pemerintah.