China telah menjelma menjadi kekuatan global, bukan hanya karena kekayaan dan populasi besarnya. Keberhasilan mereka berakar pada strategi pembangunan nasional yang selaras dengan prinsip-prinsip kebangsaan, prinsip yang menunjukkan kemiripan yang mengejutkan dengan Trisakti dan Pancasila. Keberhasilan ini menginspirasi pertanyaan mendalam: mengapa Indonesia, dengan potensi yang sebanding, belum mencapai status yang sama?
Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah, wilayah geografis yang luas, dan kekayaan budaya yang luar biasa. Namun, kita belum mampu mengoptimalkan aset-aset tersebut untuk menjadi kekuatan global.
Kehilangan Arah: Sistem yang Menghambat Potensi Indonesia
Kegagalan Indonesia terletak pada sistem yang kehilangan arah. Dominasi uang dalam politik dan oligarki dalam ekonomi menghambat terwujudnya keadilan sosial.
Demokrasi kita seringkali lebih menjadi prosedur formal daripada substansi, rentan terhadap manipulasi dan transaksi gelap. Pancasila, sebagai ideologi negara, seringkali hanya menjadi simbol, bukan panduan hidup yang diimplementasikan secara nyata.
Trisakti dan Pancasila sebagai Jalan Menuju Kekuatan Bangsa
Trisakti – berdaulat di bidang politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan – dan Pancasila – sila-sila yang menekankan Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan Sosial – merupakan kerangka strategis yang komprehensif.
Penerapan nilai-nilai ini secara konsisten dan utuh akan membuka jalan bagi Indonesia untuk menjadi bangsa yang besar dan disegani di dunia. Pancasila bukanlah sekadar kata benda, melainkan kata kerja yang harus diwujudkan dalam tindakan nyata.
Menerjemahkan Pancasila dalam Tindakan Nyata: Mengatasi Ketimpangan dan Memperbaiki Sistem
Keadilan sosial, yang merupakan inti dari sila kelima Pancasila, masih jauh dari terwujud. Ketimpangan ekonomi dan akses yang tidak merata terhadap pendidikan, kesehatan, dan lapangan kerja masih menjadi masalah besar.
Contohnya, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di beberapa daerah, seperti Tasikmalaya, Jawa Barat, masih di bawah rata-rata nasional. Kemajuan hanya dinikmati oleh segelintir kelompok yang memiliki akses terhadap modal dan kekuasaan.
Korupsi struktural, biaya politik yang mahal, dan struktur pemerintahan yang boros semakin memperparah situasi. Pemilu seringkali menjadi kontestasi uang, bukan kontestasi gagasan.
Sila keempat, tentang demokrasi yang hikmat, juga seringkali dilupakan. Demokrasi direduksi menjadi perolehan suara terbanyak tanpa mempertimbangkan kebijaksanaan kolektif untuk kemaslahatan bersama.
Untuk mewujudkan keadilan sosial dan demokrasi yang bermartabat, beberapa langkah krusial perlu diambil. Pembiayaan politik harus sepenuhnya ditanggung negara.
Hal ini akan meningkatkan transparansi dan membuka jalan bagi anak muda yang berintegritas dan memiliki gagasan, tetapi kekurangan akses modal. Keuangan partai politik juga harus transparan untuk membangun kepercayaan publik.
Reformasi sistem politik yang mendalam sangat diperlukan untuk memastikan terwujudnya cita-cita Indonesia sebagai bangsa yang berdaulat, adil, dan makmur. Dengan menerapkan nilai-nilai Trisakti dan Pancasila secara konsisten, Indonesia memiliki potensi untuk menjadi kekuatan global yang sejati. Perlu komitmen nyata dari seluruh elemen bangsa untuk mewujudkan hal ini.