Rencana pemerintah untuk mengurangi luas bangunan rumah subsidi tengah menjadi perbincangan hangat. Draft Keputusan Menteri (Kepmen) PKP Nomor/KPTS/M/2025 yang mengatur hal ini masih dalam tahap finalisasi, membuka kemungkinan perubahan signifikan sebelum aturan resmi diumumkan.
Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Fahri Hamzah, menegaskan bahwa draf tersebut belum final. Hal ini disampaikannya kepada Liputan6.com pada Rabu (4/6/2025).
Aturan Baru Luas Bangunan Rumah Subsidi
Draf Kepmen PKP tersebut menetapkan luas bangunan minimum rumah umum tapak sebesar 25 meter persegi dan maksimum 200 meter persegi. Luas lantai rumah sendiri diatur antara 18 hingga 35 meter persegi.
Aturan ini jauh lebih kecil dibandingkan aturan sebelumnya. Keputusan Menteri PUPR Nomor 689/KPTS/M/2023 menetapkan luas tanah minimum rumah tapak sebesar 60 meter persegi.
Direktur Jenderal Perumahan Perkotaan Kementerian PKP, Sri Haryati, menambahkan bahwa aturan baru masih dalam tahap pembahasan dan masukan dari berbagai pihak masih dikumpulkan.
Tanggapan Masyarakat Terhadap Aturan Baru
Rencana pengurangan luas bangunan rumah subsidi ini telah memicu beragam reaksi dari masyarakat. Ada yang setuju dan ada pula yang menolak kebijakan ini.
Saputra (26), seorang karyawan swasta di Jakarta, misalnya, mengungkapkan bahwa ukuran rumah yang direncanakan mungkin cukup untuknya yang masih lajang. Namun, ia menilai ukuran tersebut terlalu sempit jika sudah berkeluarga dan memiliki anak.
Saputra menekankan pentingnya kenyamanan dalam sebuah hunian. Rumah subsidi, menurutnya, seharusnya tetap memberikan ruang gerak yang memadai bagi penghuninya.
Potensi Hunian Tidak Layak dan Pertimbangan Pemerintah
Kekhawatiran muncul mengenai potensi munculnya hunian yang tidak layak huni jika aturan baru ini diterapkan. Beberapa pihak menilai, ukuran rumah yang terlalu kecil dapat memengaruhi kenyamanan dan kesehatan penghuninya.
Pemerintah memastikan tetap memperhatikan aspek keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan dalam desain rumah subsidi. Hal ini akan tetap diacu pada standar rumah layak huni yang sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sri Haryati menekankan bahwa semua masukan publik akan dipertimbangkan sebelum keputusan final diambil. Proses diskusi dan pengumpulan masukan dari berbagai pemangku kepentingan masih terus berlangsung.
Oleh karena itu, masyarakat diharapkan untuk memberikan masukan dan tanggapannya terhadap draf aturan tersebut. Hal ini penting agar pemerintah dapat mengambil keputusan yang tepat dan mengakomodasi kebutuhan masyarakat berpenghasilan rendah.
Proses finalisasi aturan ini diharapkan akan menghasilkan kebijakan yang seimbang antara keterjangkauan harga dan kualitas hunian yang layak bagi masyarakat.