Aliran modal asing atau *capital inflow* menuju Indonesia diprediksi akan meningkat tajam pada paruh kedua tahun 2025. Hal ini didorong oleh strategi koordinasi antar bank sentral di kawasan Asia. Beberapa negara seperti Jepang, Korea Selatan, dan Singapura berupaya mencegah penguatan mata uang mereka yang berdampak negatif pada daya saing ekspor. Indonesia, dengan imbal hasil investasi yang lebih tinggi dan stabilitas fiskal yang terjaga, menjadi destinasi investasi yang menarik.
Kondisi ini membuat Indonesia menjadi pilihan menarik bagi investor asing. Lembaga keuangan di Asia pun diprediksi akan mulai membeli obligasi negara berkembang seperti Indonesia dan Malaysia.
Penguatan Rupiah hingga Rp 15.500 per Dolar AS
Faktor utama pendorong peningkatan aliran modal asing ke Indonesia adalah melemahnya daya tarik US Treasury. Penurunan permintaan dan hasil lelang obligasi pemerintah AS yang mengecewakan membuka peluang besar bagi pasar obligasi Indonesia. Chief Economist PT Trimegah Sekuritas Indonesia Tbk, Fakhrul Fulvian, memperkirakan hal ini akan berdampak positif terhadap nilai tukar Rupiah.
Fakhrul memprediksi penguatan Rupiah hingga Rp 15.500 per dolar AS pada tahun 2025. Ia menekankan bahwa ini bukan semata-mata faktor teknikal, melainkan murni karena peningkatan aliran dana asing.
Penguatan Rupiah juga dipengaruhi oleh menurunnya peran dolar AS sebagai mata uang utama dunia. Keputusan AS untuk tidak lagi menyerap kelebihan likuiditas global melalui US Treasury semakin memperkuat tren ini.
Daya Tarik Pasar Asia Meningkat
Kondisi pasar AS yang lesu semakin meningkatkan daya tarik pasar Asia. Dengan berkurangnya pilihan investasi di AS dan kebijakan fiskal Indonesia yang cenderung konservatif, investor global mulai beralih ke negara berkembang yang lebih menjanjikan.
Ketidakpastian di pasar obligasi AS menciptakan ruang bagi negara seperti Indonesia. Indonesia dapat mengisi kekosongan tersebut dengan menawarkan alternatif investasi yang lebih stabil dan menguntungkan.
Fakhrul kembali menegaskan, proyeksi penguatan Rupiah hingga Rp 15.500 per dolar AS tahun ini didasari oleh fundamental ekonomi Indonesia dan peningkatan aliran dana asing. Hal ini disebabkan Amerika Serikat yang tidak lagi berperan sebagai penyerap dana global.
Potensi Yield Obligasi hingga 6% dan Peluang Emisi Obligasi
Yield obligasi pemerintah Indonesia tenor 10 tahun diperkirakan dapat mencapai 6%. Angka ini sangat menarik bagi korporasi untuk menerbitkan obligasi baru.
Imbal hasil yang kompetitif ini, di tengah tren penurunan suku bunga global dan potensi penguatan Rupiah, akan memungkinkan pelaku usaha mendapatkan pendanaan dengan biaya lebih murah.
Kondisi pasar yang membaik dan minat investor yang tinggi membuat paruh kedua 2025 menjadi waktu yang tepat bagi emiten untuk memasuki pasar. Yield tinggi dan stabilitas makro ekonomi mendorong penerbitan obligasi yang lebih agresif, baik dari pemerintah maupun sektor swasta. Ketidakpastian terkait pembelian obligasi oleh Amerika Serikat tetap menjadi faktor penentu utama.
Peran China dan Local Currency Settlement (LCS)
Kerja sama bilateral antara Bank Indonesia dan PBOC (bank sentral Tiongkok) menjadi salah satu faktor penting. Kerjasama ini memungkinkan penerbitan obligasi oleh entitas Indonesia dalam mata uang Yuan (CNH).
Indonesia menjadi negara pertama yang memperluas kerjasama transaksi lokal dengan Tiongkok hingga ke akun finansial. Kerjasama ini tidak hanya mencakup perdagangan dan investasi langsung, tetapi juga mencakup akses ke pasar pendanaan.
Dengan kerjasama ini, pemerintah dan korporasi Indonesia dapat mengakses pasar pendanaan dengan yield yang lebih rendah. Jika Indonesia berhasil menerbitkan obligasi dalam CNH, yield-nya diperkirakan bisa serendah 3%, jauh lebih rendah dibandingkan pendanaan dolar AS yang saat ini sekitar 5,5%.
Likuiditas tinggi di Tiongkok dan kebijakan suku bunga rendah membuat pasar CNH menjadi alternatif pendanaan yang strategis bagi Indonesia. Potensi penerbitan obligasi Renminbi oleh Indonesia pada kuartal III 2025 sangat besar.
Kesimpulannya, proyeksi peningkatan aliran modal asing ke Indonesia pada paruh kedua 2025 didasarkan pada berbagai faktor, termasuk melemahnya pasar AS, penguatan ekonomi domestik, dan kerjasama strategis dengan negara-negara Asia, terutama Tiongkok. Potensi ini membuka peluang besar bagi Indonesia untuk memperkuat perekonomian dan meningkatkan daya saing di kancah global. Namun, tetap perlu diwaspadai ketidakpastian global yang masih mungkin terjadi.