Penyaluran minyak tanah di Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), masih diwarnai praktik penyimpangan yang merugikan masyarakat. Bukan hanya pengecer yang menaikkan harga di atas Harga Eceran Tertinggi (HET), masalah ini berakar pada pangkalan atau penyalur resmi. Investigasi terbaru mengungkap praktik manipulasi yang menyebabkan kelangkaan dan kenaikan harga di tingkat konsumen.
Praktik Penyimpangan di Tingkat Pangkalan
Berdasarkan investigasi yang dilakukan pada bulan Mei 2025, beberapa pangkalan minyak tanah di Flores Timur kedapatan menyalurkan minyak tanah kepada pembeli di luar wilayah layanan mereka.
Hal ini terjadi setelah agen resmi melakukan penyaluran ke pangkalan tersebut.
Warga di wilayah jangkauan pangkalan yang membutuhkan minyak tanah justru mendapatkan informasi bahwa stok telah habis.
Kondisi ini memaksa warga mencari minyak tanah ke pangkalan lain, seringkali di kelurahan berbeda, menimbulkan ketidaknyamanan dan kesulitan tambahan.
Akibatnya, sebagian besar warga terpaksa membeli dari pengecer dengan harga yang lebih tinggi.
Aliran Minyak Tanah ke Pengecer Ilegal
Salah satu contoh kasus terjadi di Kampung Baru. Setelah menerima pasokan dari agen, pangkalan langsung memindahkan minyak tanah ke beberapa jerigen 20 liter dan mengirimkannya ke pengecer di Gege, Kelurahan Waihali.
Kuantitasnya diperkirakan mencapai satu drum minyak tanah.
Pengecer di Gege kemudian menjual minyak tanah tersebut per jerigen (5 liter) seharga Rp35.000.
Situasi serupa juga terjadi di Kelurahan Pohon Bao. Meskipun warga melihat aktivitas penyaluran dari agen, mereka tetap kesulitan mendapatkan minyak tanah dari pangkalan setempat dengan alasan stok telah habis.
Mereka akhirnya harus mencari minyak tanah ke tempat lain, memperparah kekurangan kuota bagi warga di area layanan pangkalan tersebut.
Dampak dan Upaya Penindakan
Kelangkaan minyak tanah menjadi masalah umum di sejumlah kelurahan, termasuk di kelurahan dengan jumlah pangkalan terbanyak, seperti Ekasapta yang memiliki 30-an pangkalan.
Warga Ekasapta melaporkan seringkali tidak kebagian minyak tanah meskipun ada pasokan dari agen. Mereka juga mengeluhkan banyaknya pengecer yang menjual minyak tanah dengan harga tinggi.
Pemerintah Kabupaten Flores Timur, melalui Kabag SDA Tarsisius Kopong dan Asisten bidang Ekonomi dan Pembangunan Setda Adrianus B. Lamabelawa, telah menyatakan komitmen untuk menindak tegas para pelaku penyimpangan.
Penertiban akan dilakukan secara bertahap, dimulai dengan pendekatan persuasif dan dialogis. Jika masih ditemukan praktik menyimpang, langkah hukum akan diambil.
Kelangkaan dan harga minyak tanah yang tinggi di Flores Timur menunjukkan lemahnya pengawasan dan distribusi. Penertiban yang tegas dan peningkatan transparansi dalam sistem penyaluran menjadi kunci untuk mengatasi masalah ini secara berkelanjutan. Perlindungan konsumen dan keadilan akses terhadap energi subsidi menjadi prioritas utama yang harus diwujudkan.