Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, dengan tegas menyatakan penolakan terhadap praktik titipan dalam Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) tahun 2025. Pernyataan ini disampaikan dalam sebuah forum resmi yang membahas pelaksanaan SPMB di Jawa Barat.
Dedi Mulyadi menekankan bahwa praktik titipan, yang sering melibatkan pejabat pemerintah, merupakan tindakan yang tidak dapat ditoleransi. Ia menyebut praktik ini membuat kepala sekolah merasa takut dan terpaksa menerima siswa yang sebenarnya tidak memenuhi kriteria penerimaan.
Praktik Titipan dan Dampaknya
Sistem titipan dalam SPMB menciptakan ketidakadilan dan merugikan siswa yang berprestasi namun kurang memiliki koneksi. Hal ini juga mengikis integritas sistem pendidikan dan mengurangi kepercayaan publik terhadap proses penerimaan siswa.
Titipan, menurut Dedi Mulyadi, tidak hanya berasal dari kalangan pejabat tinggi, melainkan juga dari berbagai lapisan, termasuk asisten gubernur, kepala dinas, hingga anggota dewan. Sistem ini dinilai telah berlangsung lama dan perlu segera dihentikan.
Sanksi Tegas Bagi Pelaku Titipan
Gubernur Dedi Mulyadi menegaskan akan memberikan sanksi tegas kepada siapa pun yang terbukti terlibat dalam memaksa sekolah menerima siswa titipan. Sanksi ini akan diberikan untuk menjaga integritas proses SPMB dan menjamin penerimaan siswa berdasarkan prestasi dan kriteria yang telah ditetapkan.
Ia menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan SPMB. Dengan demikian, proses penerimaan siswa akan lebih adil dan merata, serta menjamin kesempatan yang sama bagi semua siswa.
Keinginan Orang Tua dan Keterbatasan Daya Tampung
Dedi Mulyadi mengakui bahwa keinginan orang tua untuk menyekolahkan anak-anaknya merupakan hal yang wajar dan positif. Ini menunjukan kepedulian orang tua terhadap pendidikan anak-anak mereka. Namun, ia juga menyoroti permasalahan keterbatasan daya tampung di sekolah negeri.
Keterbatasan ini menyebabkan persaingan yang ketat dan memperparah praktik titipan. Untuk mengatasi hal ini, Dedi Mulyadi berencana untuk meningkatkan kerjasama dengan sekolah swasta.
Solusi Mengatasi Keterbatasan Daya Tampung
Salah satu solusi yang diusulkan adalah kemungkinan pembebasan biaya bagi siswa miskin yang bersekolah di SMA swasta. Hal ini bertujuan untuk menjamin akses pendidikan yang merata bagi seluruh siswa, tanpa memandang latar belakang ekonomi.
Dedi Mulyadi menyadari bahwa banyak siswa dari keluarga kurang mampu yang terpaksa bersekolah di sekolah swasta karena keterbatasan daya tampung di sekolah negeri. Ia berpendapat bahwa akses pendidikan gratis di sekolah swasta perlu diberikan kepada mereka.
Ketimpangan Akses Pendidikan
Dedi Mulyadi menyoroti ketimpangan akses pendidikan saat ini, di mana siswa dari keluarga mampu lebih mudah diterima di sekolah negeri. Sementara itu, siswa dari keluarga kurang mampu lebih sering diterima di sekolah swasta yang membutuhkan biaya yang lebih tinggi.
Kondisi ini menunjukkan adanya ketidakadilan dalam sistem pendidikan. Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk memperbaiki sistem dan menjamin keadilan akses pendidikan bagi semua siswa.
Kesimpulan
Dedi Mulyadi berkomitmen untuk memberantas praktik titipan dalam SPMB dan menciptakan sistem penerimaan siswa yang lebih adil dan transparan. Upaya peningkatan kerjasama dengan sekolah swasta dan kemungkinan pembebasan biaya untuk siswa miskin menjadi solusi jangka panjang untuk mengatasi masalah keterbatasan daya tampung di sekolah negeri. Ia berharap dengan upaya ini, semua siswa di Jawa Barat mendapatkan kesempatan yang sama untuk mengenyam pendidikan berkualitas.
Selain itu, pengawasan ketat terhadap proses SPMB juga perlu dilakukan untuk mencegah praktik-praktik curang dan memastikan keadilan dalam penerimaan siswa. Partisipasi aktif dari seluruh stakeholder, termasuk orang tua, sekolah, dan pemerintah, sangat penting untuk mewujudkan sistem pendidikan yang lebih baik.